Jakarta, 18/01/2023 Kemenkeu – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Indonesia mampu melalui berbagai tantangan di tahun 2022 dengan sangat baik yang ditunjukkan dengan pemulihan ekonomi yang kuat, pandemi Covid-19 yang terkendali, dan kegiatan masyarakat sudah mulai pulih. Prestasi inilah yang menjadi bekal bagi Indonesia memasuki tahun 2023 dengan optimisme.
Namun demikian, pencapaian ini tidak lantas membuat Indonesia berpuas diri. Menkeu mengatakan, di tahun 2023 Indonesia juga menyiapkan dan menata diri untuk menjaga Indonesia terhadap tantangan-tantangan baru.
“Tahun 2023 ditandai dengan situasi dimana perekonomian dunia tren-nya melemah. Ini karena berbagai faktor,” ungkap Menkeu pada Acara Peringatan Hari Bakti Perbendaharaan Tahun 2023 di Malang, Rabu (18/01).
Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan faktor yang dimaksud yakni inflasi tinggi karena komoditas, kenaikan suku bunga, dan konsekuensinya kepada pelemahan ekonomi. Untuk itu, ia menyampaikan bahwa terdapat empat hal yang menjadi fokus di tahun 2023.
Pertama, inflasi. Menurut Menkeu, inflasi harus dijinakkan karena dapat mempengaruhi banyak hal. Ini menjadi atensi Presiden Joko Widodo agar seluruh institusi Pemerintah, tidak hanya Bank Indonesia, untuk bergerak bersama menjaga agar inflasi terkendali. Karena inflasi yang muncul tidak hanya berasal dari demand side yang berasal dari jumlah uang beredar, namun juga sisi supply side, dari logistik, dari distribusi.
“Saya berharap tentu Kementerian Keuangan dengan instrumen fiskalnya, kita punya anggaran ketahanan pangan. Di situ termasuk untuk pertanian. Kita punya dana transfer ke daerah. Pemerintah daerah, pusat semuanya bersama-sama mengatasi inflasi, terutama dari sisi supply side dan distribusi,” harap Menkeu.
Kedua, berfokus menurunkan atau menghilangkan kemiskinan ekstrem. Menkeu mengatakan, dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi seperti Indonesia biasanya dibarengi dengan inequality yang juga melebar. Untuk itu, Pemerintah memberikan perhatian menggunakan fiscal tools APBN.
“Anggaran kita untuk bantuan sosial Rp479 triliun tahun ini. Subsidi energi kita mencapai lebih dari Rp330 triliun. Apakah itu mengurangi kesenjangan? Apakah dia targeted? Apakah efektif? Bagaimana kita bisa menggunakan instrumen fiskal secara lebih baik? Itu adalah bagian yang dimana kita di Kementerian Keuangan meskipun arahan Bapak Presiden kepada seluruh pimpinan daerah kita harus menyimak dan meyakinkan bahwa tugas kita di Kementerian Keuangan sinkron dengan tujuan nasional,” tandas Menkeu.
Ketiga yakni stunting. Anak-anak balita yang kurang gizi, nantinya akan menyebabkan pertumbuhan tidak maksimal. Angka stunting sudah turun dari 33% ke 24%, namun masih akan didorong untuk jauh berkurang.
“Teman-teman Kementerian Keuangan harus berpikir bagaimana instrumen fiskal dan peranan kita untuk bisa mendorong agar stunting menurun. Bekerja sama dengan seluruh pihak, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah karena keberadaan kita di seluruh Indonesia,” ungkap Menkeu.
Fokus keempat yaitu investasi. Dengan tren perekonomian dunia yang melemah, maka iklim investasi harus dibangun yang berdampak pada biaya dan risiko investasi menjadi turun. Sehingga walaupun interest rate naik, Menkeu mengatakan, investor tetap bisa confidence bahwa mereka akan mendapatkan keuntungan dari investasi.
“Orang tidak akan berinvestasi. Kalau tidak ada investasi, tidak ada penciptaan kesempatan kerja. Kalau tidak ada penciptaan kesempatan kerja, masyarakat makin menurun kesejahteraannya. As simple as that. Jadi kita semuanya di Kementerian Keuangan dan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah, kementerian, lembaga harus siap menggunakan instrumen kita untuk mendorong dan mengakselerasi investasi,” pungkas Menkeu. (dj/hpy)